Selasa, 18 Juni 2013

Contoh kasus dalam pelaksanaan demokrasi yang terjadi di Indonesia

Contoh kasus dalam pelaksanaan demokrasi yang terjadi di Indonesia


·         Gambaran Umum Pilkada di Jawa Timur
Adanya demokrasi ditingkat lokal sebagai akibat dari proses demokrasi regional yang dituntut oleh perkembangan desentralisasi. Demokrasi lokal memuat hal yang mendasar yaitu keikutsertaan rakyat serta kesepakatan bersama untuk mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Demokrasi lokal terwujud salah satunya dengan adanya Pilkada langsung dengan kata lain proses ini mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Hal ini senada dengan pelaksanaan Pilkada langsung yang diadakan di Jawa Timur.
Pelaksanaan Pilkada Jawa Timur periode 2008-2013 yang pada putaran pertama diikuti oleh lima calon pasangan gubernur dan wakil gubernur. Pada prosesnya telah sesuai dengan prinsip dasar demokrasi yaitu prinsip keterwakilan rakyat.  Hal  ini  ditunjukkan  dengan  kelima  calon  gubernur  dan  wakil  gubernur tersebut berasal dari unsur masyarakat Jawa Timur. Sedangkan partisipasi masyarakat sebagai pemilih berjumlah 29.061.718 Jiwa. Jumlah tersebut menandakan tingkat antusiasme  masyarakat  Jawa  Timur  dalam  proses  demokrasi.  Pilkada  langsung putaran pertama ini, dari kelima calon tersebut tidak ada yang melebihi batas ambang kemenangan 30% maka diadakan Pilkada putaran kedua yang diikuti oleh dua calon yang memperoleh suara terbanyak yaitu pasangan Khofifah-Mudjiono dan Soekarwo- Syaifullah Jusuf. Pada  putaran  kedua  Pilkada  Jawa  Timur  dimenangkan  oleh  pasangan Soekarwo dan Syaefullah Jusuf dengan selisih 0,40% dari total suara. Terjadi permasalahan  disini,  pasangan  Khofifah  dan  Mudjiono  menolak  menandatangani hasil dari Pilkada pada putaran kedua karena menilai terdapat banyak kecurangan yang terjadi didalamnya kemudian pasangan tersebut melaporkan kecurangan yang terjadi kepada Mahkamah Konstitusi yaitu lembaga yang berhak menangani sengketa dalam Pemilu. Oleh Mahkamah Konstitusi diputuskan bahwa harus dilaksanakan Pilkada ulang di dua Kabupaten yaitu Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan
ulang di Kabupaten Pamekasan. Proses ini merupakan sejarah bagi demokratisasi lokal di Indonesia dimana pengakuan atas hak maupun tuntutan benar-benar tidak diabaikan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif, dengan ini prinsip control dalam negara demokrasi telah terpenuhi. Pilkada merupakan institusi demokrasi lokal yang penting karena dengan Pilkada, Kepala Daerah yang akan memimpin daerah dalam mencapai tujuan desentralisasi akan terpilih melalui tangan-tangan masyarakat lokal secara langsung. Sehingga untuk Pilkada DI Jawa Timur ini, layaklah disebut sebagai pilkada yang demokratis walaupun masih banyak kelemahan, kecurangan, dan kekurangan. Kepala Daerah terpilih (Soekarwo dan Syaifullah Yusuf ) inilah yang nantinya akan menjadi pemimpin dalam pembangunan di daerah termasuk di dalamnya penguatan demokrasi lokal, penyediaan pendidikan dasar dan layanan kesehatan, perbaikan kesejahteraan rakyat, penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik dan lain sebagainya. Nada pesimis dan pandangan negatif dari berbagai kalangan tentang pelaksanaan pilkada di Jawa Timur tidak meniadakan arti pentingnya institusi ini dalam konsolidasi demokrasi lokal di era desentralisasi. Bagi masyarakat lokal khususnya Jawa Timur yang terpenting adalah memilih Kepala Daerah yang dinilai mampu untuk memimpin daerah, dengan demikian sedikit banyak akan semakin memupuk dan memperkuat demokrasi lokal di Indonesia yang telah beranjak dewasa. Sekali lagi walaupun masih terjadi banyak kekurangan baik itu permasalahan kelembagaan, permasalahan dalam tahapan persiapan, maupun permasalahan dalam tahapan pelaksanaan.

SUMBER :

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dalam Berbagai Kurun Waktu
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘demos’ artinya rakyat dan ‘kratos/kratein
artinya pemerintahan. Jadi pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yang
artinya: pemerintahan di mana rakyat memegang peranan penting.
Itulah pengertian demokrasi dilihat dari asal katanya. Pasti Anda sudah memahaminya
bukan? Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai kurun waktu,
yaitu:
a. Kurun waktu 1945 - 1949
Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang semula berfungsi sebagai pembantu Presiden menjadi berubah fungsi sebagai MPR. Sistem kabinet yang seharusnya Presidensil dalam pelaksanaannya menjadi Parlementer seperti yang berlaku dalam Demokrasi Liberal.
b. Kurun Waktu 1949 - 1950
Pada periode ini berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.
c. Kurun Waktu 1950 - 1959
Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950.
Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta
tidak berlakunya UUDS 1950.

d. Kurun Waktu 1959 - 1965
Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan sistem demokrasi terpimpin.
Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan
DPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat
Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di
tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”.
Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan
kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan
terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan
oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana
nasional bagi bangsa Indonesia.

e. Kurun Waktu 1966 - 1998
Periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde baru yang bertekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Secara tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila dan dikembalikan fungsi
lembaga tertinggi dan tinggi negara sesuai dengan amanat UUD 1945.
Dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presiden
tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada presiden, sehingga
terjadilah penyalahgunaan kekuasaan, dengan tumbuh suburnya budaya korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN). Kebebasan bicara dibatasi, praktek demokrasi menjadi
semu. Lembaga negara berfungsi sebagai alat kekuasaan pemerintah.
Lahirlah gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa yang menuntut reformasi
dalam berbagai bidang. Puncaknya adalah dengan pernyataan pengunduran diri
Soeharto sebagai presiden.

f. Kurun Waktu 1998 - sekarang (Orde Reformasi)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah
demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan
penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak
demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara
dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada
prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR - MPR hasil
Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.